Orientasi merupakan penggunaan indera yang masih berfungsi agar dapat menetapkan diri hubungannya dengan objek di sekitarnya. Sedangkan mobilitas merupakan kemampuan fisik untuk bergerak dari satu lokasi ke lokasi lainnya yang diinginkan. Dari pengertian tersebut orientasi menitikberatkan pada proses mental sedangkan mobilitas pada fisik.
Perlunya Orientasi dan Mobilitas
Berdasarkan pendapat Hosni dalam (Tim Pengembang Sember Belajar PLB UNESA, 2017: 3), menjelaskan perlunya OM antara lain sebagai berikut:
- Hambatan penglihatan pada tunanetra berdampak terbatasnya pada kemampuan berpindah tempat atau mobilitas.
- Kehilangan kemampuan melihat berdampak pada kemampuan tunanetra dalam memperoleh informasi dari lingkungan
- Keterbatasan interaksi dengan lingkungan mengakibatkan keterpisahan individu dengan lingkungan fisik dan sosial pada batas-batas terten
Komponen Orientasi dan Mobilitas
Berdasarkan pendapat Hosni dalam (Tim Pengembang Sember Belajar PLB UNESA, 2017: 3) menjelaskan 6 komponen dalam OM antara lain: 1. Landmark (ciri medan), 2. Clues (tanda-tanda), 3. Numbering system (sistem penomoran), 4. Measurement (pengukuran), 5. Compas Direction (arah mata angin), dan 6. Self Familiarization (memfamiliarkan diri).
1. Landmark (ciri medan)
Landmark atau ciri medan adalah semua objek berupa benda maupun rangsangan indera (bau, suara, suhu atau petunjuk taktual tertentu yang bersifat konstan (menetap) dan sudah dikenal, mudah ditemukan (sudah diketahui dan tetap lokasinya) di lingkungan tersebut. lokasi yang mempunyai karakteristik tertentu yang dapat dibedakan dari lokasi lainnya.
2. Clues (tanda-tanda)
Clues atau tanda-tanda yakni suatu rangsangan rangsangan visual, auditoris (bunyi/suara), kinestetik, rangsangan taktual, bau, suhu, yang mengenai indera dan yang segera dapat diubah menjadi petunjuk untuk menetapkan suatu posisi atau suatu garis arah.
3. Numbering system (sistem penomoran)
Sistem penomoran adalah pengaturan susunan nomor dan urutan ruang/bangunan di dalam gedung maupun dalam satu komplek. Sesuatu yang saling terkait dan mempengaruhi di antara komponennya.
Sistem penomeran dikenal 2 macam, yakni di dalam ruang apabila tunanetra ada dalam ruang. Sebaliknya apabila sistem penomoran di luar ruang apabila tunanetra ada di luar ruang. Dalam pola penomoran yang berlaku seperti di Indonesia nomer ganjil untuk sisi kiri dan genap untuk sisi jalan sebelah kanan (ganjil genap saling berseberangan).
4. Measurement (pengukuran)
Merupakan proses mengukur untuk mengetahui dimensi yang tepat dan benar dari suatu objek dengan menggunakan ukuran tertentu. Pengukuran dalam hal ini dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
- Measurement (pengukuran) dengan standar unit, misal meter, jengkal
- Comparative measurement (pengukuran), seperti lebih pendek, lebih panjang
- Linear measurement (pengukuran) digunakan untuk menunjukkan 3 dimensi dasar, yaitu tinggi, panjang dan lebar
5. Compas Direction (arah mata angin)
Merupakan arah-arah khusus yang ditentukan oleh gerak magnetik dari bumi. Selanjutnya 4 Compas Direction (arah mata angin), antara lain utara, barat, selatan dan timur. Berdasarkan Compas Direction (arah mata angin/penggunaan kompas) ada prinsip berlawanan, yaitu utara -selatan dan timur-barat.
6. Self familiarization (memfamiliarkan diri)
Komponen orientasi secara komprehensif merupakan dasar dari Self familiarization process. Realisasi kognisi orientasi untuk tunanetra diwujudkan pada proses berpikir dan mengolah informasi di lingkungannya mengandung tiga unsur pertanyaan prinsip, yaitu.
- Where am I (di mana saya)
- Where is my objective (di mana tujuan saya)
- How do I get there (bagaimana saya dapat sampai ke tujuan tersebut)
DAFTAR PUSTAKA:
Tim Pengembang Sember Belajar PLB UNESA. 2017. Orientasi dan Mobilitas Peserta Didik Tunanetra. Jakarta: KEMDIKBUD